Pondok Pesantren perlu kesiapan, khususnya dari sisi administratif,
menyusul terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014
tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA No 18 Tahun 2014 tentang
Satuan Pendidikan Muadalah pada Pesantren.
Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama
(RMINU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozien, Ahad (14/9), menjelaskan
bahwa hal ini menjadi kewajiban RMINU untuk mengawal PMA.
Setidaknya ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Bila dilihat dari
sisi positif, secara kelembagaan dan lulusan pesantren memiliki
kesempatan besar untuk setara dengan sekolah formal dengan terbitnya PMA
ini. Dari sisi anggaran juga akan mendapatkan hak yang sama dengan
pendidikan formal sehingga untuk guru, fasilitas, infrastruktur dari
pemerintah.
Namun, lanjutnya, dari sisi negatifnya perlu juga diwaspadai. Menurutnya, pesantren selama ini belum memiliki sistem kelembagaaan dan organisasi yang cukup tertata sehingga akan menyulitkan pesantren dari segi administrasi.
Namun, lanjutnya, dari sisi negatifnya perlu juga diwaspadai. Menurutnya, pesantren selama ini belum memiliki sistem kelembagaaan dan organisasi yang cukup tertata sehingga akan menyulitkan pesantren dari segi administrasi.
"Logika kebijakan pemerintah adalah setiap kebijakan ataupun aturan
akan diikuti dengan anggaran. Dan anggaran selalu diikuti dengan
pelaporan yang harus akuntabel," ungkap Gus Rozien, sapaan akrabnya.
PMA ini juga merupakan tindak lanjut dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang disusul dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
RMINU menilai, Kemenag perlu menyosialisasikan sekaligus memberi pelatihan kepada pesantren-pesantren untuk menunjang kesiapan mereka ketika PMA ini benar-benar diterapkan.
"Dalam hal ini Kemenag misalnya menggandeng RMI atau atas inisiatif sendiri bisa membuat pelatihan-pelatihan pada pesantren, biar mereka tidak terjebak dalam pelaporan keuangan yang rumit," tambah Gus Rozien yang sehari-hari berkantor di Sekolah Tinggi Agama Islam Mathaliul Falah (STAIMAFA) ini.
RMI juga masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan teknis yang akan dikeluarkan oleh Kemenag. RMI menyatakan siap mengawal juklak dan juknis tersebut sehingga nanti tahu apa saja yang hendak dipersiapkan oleh pesantren. Selain itu perlu adanya pendampingan terhadap konsultansi dan bantuan hukum (advokasi).
"Angin segar dengan segala kurang lebihnya. Ini merupakan pekerjaan on going process. PMA merupakan pintu masuk terkait muadalah pesantren," tandas Gus Rozien. (Mukhamad Zulfa/Mahbib)
PMA ini juga merupakan tindak lanjut dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang disusul dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
RMINU menilai, Kemenag perlu menyosialisasikan sekaligus memberi pelatihan kepada pesantren-pesantren untuk menunjang kesiapan mereka ketika PMA ini benar-benar diterapkan.
"Dalam hal ini Kemenag misalnya menggandeng RMI atau atas inisiatif sendiri bisa membuat pelatihan-pelatihan pada pesantren, biar mereka tidak terjebak dalam pelaporan keuangan yang rumit," tambah Gus Rozien yang sehari-hari berkantor di Sekolah Tinggi Agama Islam Mathaliul Falah (STAIMAFA) ini.
RMI juga masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan teknis yang akan dikeluarkan oleh Kemenag. RMI menyatakan siap mengawal juklak dan juknis tersebut sehingga nanti tahu apa saja yang hendak dipersiapkan oleh pesantren. Selain itu perlu adanya pendampingan terhadap konsultansi dan bantuan hukum (advokasi).
"Angin segar dengan segala kurang lebihnya. Ini merupakan pekerjaan on going process. PMA merupakan pintu masuk terkait muadalah pesantren," tandas Gus Rozien. (Mukhamad Zulfa/Mahbib)
Posting Komentar