JAKARTA - Kementerian Agama akan menyelenggarakan Musabaqah Qira’atul Kutub (MQK) kelima di Pondok Pesantren As’ad Olak Kemang Danau Teluk, Jambi, 1-9 September mendatang. Pondok pesantren sebagai wadah pendidikan agama di Indonesia memiliki karakteristik yang khas, sebagai wadah mencetak kader ulama.
“Kita harapkan MQK sebagai rujukan untuk bisa mengukur kualitas pengajaran di pesantren,” kata Sekjen Kemenag Nur Syam selaku Pgs. Dirjen Pendidikan Islam kepada pers di Jakarta, Kamis (28/08).
MQK atau lomba baca kitab untuk mendorong dan meningkatkan kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam dari kitab-kitab berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan nama kitab kuning.
Sekjen mengatakan, ada anggapan jumlah kiai semakin menurun karena kiai-kiai kharismatik karena faktor usia akhirnya kembali ke rahmatullah, sementara yang muda-muda belum memenuhi persyaratan dari penilaian masyarakat. “Dengan bisa mengusai dan memahami kitab kuning kita tidak kuatir kekurangan ulama,” kata Nur Syam.
MQK V merupakan lanjutan dari kegiatan dua tahunan yang pernah dilakukan sebelumnya. MQK I dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falah Bandung tahun 2004 dan yang kedua tahun 2006 diselenggarakan di Pesantren Lirboyo Kediri, MQK III di PP Al Falah Banjarbaru, Kalimantan Selatan (2008), dan yang keempat di PP Darunnnahdlatain Oancor NTB (2011).
Selain itu, melalui MQK ini juga dimaksudkan untuk menjalin silaturrahmi antar pondok pesantren seluruh Indonesia dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. “Pesantren sebagai benteng dari gerakan transnasional, ideologi yang dilarang di Indonesia. Pemahaman tentang Islam rahmatan lil alamin, melalui kajian atas khazanah klasik, setiap hari diajarkan di pesantren,” tutur Nur Syam.
MQK V ini akan diikuti 1.564 peserta dari 33 propinsi dengan tiga katagori peserta (marhalah), yakni peserta Ula (usia maksimal 14 tahun ), Wustha (usia maksimal 17 tahun) dan Ulya (usia maksimal 20 tahun).
Kitab yang dimusabaqahkan untuk marhalah Ula adalah bidang Fiqh (kitab Sullam Taufiq), Nahwu (kitab Al-Jurumiyah), dan Akhlak (kitab Ta’limul Muta’allim) dan Tarikh (kitab Khulasoh Nurul yaqin).
Marhalah Wustha, bidang Tafsir (kitab Tafsir Jalalain), Fiqh (kitab Fathul Qarib), Hadits (kitab Subulussalam), Nahwu (kitab Al Imriti), Akhlak (kitab Kifayatul Atqiya), Tarikh (kitab A Rahiq Al Makhtum) dan Balaghah (kitab Jauhar Maknum).
Marhalah Ulya bidang Tafsir (kitab Tafsir Ibnu Katsir), Hadits (kitab Syarah Al Nawawi ‘ala Shahih Muslim), Fiqh (kitab Fathul Mu’in), Nahwu (kitab Syarh Ibnu Aqil), dan Akhlak (kitab Ihya Ulumuddin), Akhlaq (kitab Ihya Ulumuddin), Tarikh (kitab Siroh Nabawiyyah), Ushul Fiqh (kitab Ghayatul Wushul), dan Balaghah (kitab Uqudul Juman).
Dalam rangkaian MQK juga diselenggarakan khalaqah pimpinan pesentren bertema “Pesantren dan Penguatan Pemahaman Keislaman Rahmatan Lil Alamin” dihadiri nara sumber dari dalam dan luar negeri. “Pada MQK digelar pula Internasional Conferemce of Islamic Studies dengan pembicara dari internasional,” kata Sekjen. (ks/mkd/mkd)
Sumber Kemenag
“Kita harapkan MQK sebagai rujukan untuk bisa mengukur kualitas pengajaran di pesantren,” kata Sekjen Kemenag Nur Syam selaku Pgs. Dirjen Pendidikan Islam kepada pers di Jakarta, Kamis (28/08).
MQK atau lomba baca kitab untuk mendorong dan meningkatkan kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam dari kitab-kitab berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan nama kitab kuning.
Sekjen mengatakan, ada anggapan jumlah kiai semakin menurun karena kiai-kiai kharismatik karena faktor usia akhirnya kembali ke rahmatullah, sementara yang muda-muda belum memenuhi persyaratan dari penilaian masyarakat. “Dengan bisa mengusai dan memahami kitab kuning kita tidak kuatir kekurangan ulama,” kata Nur Syam.
MQK V merupakan lanjutan dari kegiatan dua tahunan yang pernah dilakukan sebelumnya. MQK I dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falah Bandung tahun 2004 dan yang kedua tahun 2006 diselenggarakan di Pesantren Lirboyo Kediri, MQK III di PP Al Falah Banjarbaru, Kalimantan Selatan (2008), dan yang keempat di PP Darunnnahdlatain Oancor NTB (2011).
Selain itu, melalui MQK ini juga dimaksudkan untuk menjalin silaturrahmi antar pondok pesantren seluruh Indonesia dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. “Pesantren sebagai benteng dari gerakan transnasional, ideologi yang dilarang di Indonesia. Pemahaman tentang Islam rahmatan lil alamin, melalui kajian atas khazanah klasik, setiap hari diajarkan di pesantren,” tutur Nur Syam.
MQK V ini akan diikuti 1.564 peserta dari 33 propinsi dengan tiga katagori peserta (marhalah), yakni peserta Ula (usia maksimal 14 tahun ), Wustha (usia maksimal 17 tahun) dan Ulya (usia maksimal 20 tahun).
Kitab yang dimusabaqahkan untuk marhalah Ula adalah bidang Fiqh (kitab Sullam Taufiq), Nahwu (kitab Al-Jurumiyah), dan Akhlak (kitab Ta’limul Muta’allim) dan Tarikh (kitab Khulasoh Nurul yaqin).
Marhalah Wustha, bidang Tafsir (kitab Tafsir Jalalain), Fiqh (kitab Fathul Qarib), Hadits (kitab Subulussalam), Nahwu (kitab Al Imriti), Akhlak (kitab Kifayatul Atqiya), Tarikh (kitab A Rahiq Al Makhtum) dan Balaghah (kitab Jauhar Maknum).
Marhalah Ulya bidang Tafsir (kitab Tafsir Ibnu Katsir), Hadits (kitab Syarah Al Nawawi ‘ala Shahih Muslim), Fiqh (kitab Fathul Mu’in), Nahwu (kitab Syarh Ibnu Aqil), dan Akhlak (kitab Ihya Ulumuddin), Akhlaq (kitab Ihya Ulumuddin), Tarikh (kitab Siroh Nabawiyyah), Ushul Fiqh (kitab Ghayatul Wushul), dan Balaghah (kitab Uqudul Juman).
Dalam rangkaian MQK juga diselenggarakan khalaqah pimpinan pesentren bertema “Pesantren dan Penguatan Pemahaman Keislaman Rahmatan Lil Alamin” dihadiri nara sumber dari dalam dan luar negeri. “Pada MQK digelar pula Internasional Conferemce of Islamic Studies dengan pembicara dari internasional,” kata Sekjen. (ks/mkd/mkd)
Sumber Kemenag
Posting Komentar