JAKARTA - Santri pesantren memang unik. Banyak hal yang bisa diperbincangkan tentang mereka. Mulai sifat-sifat positif maupun negatif. Setidaknya ada tiga hal nilai positif pesantren.
Menurut Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Prof Machasin yang positif itu diantaranya pertama, pendewasaan karakter santri yang justru didapat bukan dari pengajaran. Akan tetapi dari pengalaman yang menempanya di pesantren.
Yang kedua, lanjut Machasin, kesederhanaan. Para santri hidup secara sederhana dan secukupnya. Hal ini disebabkan ruh pesantren adalah kesederhanaan dan kebersahajaan itu.
"Kalau perlu, mencuri kayu bakar milik kiai untuk memasak kerap dilakukan santri karena bekalnya menipis. Jadi, cerita almarhum Gus Dur bersama teman-temannya saat mencuri gurame kiai itu salah satu hal yang benar-benar nyata terjadi di pesantren," ungkap Machasin yang langsung disambut tawa hadirin pada pidato pengarahan seminar "Standarisasi Kurikulum Pondok Pesantren" di hotel Lor Inn Sentul Bogor, Senin (25/8).
Rais Syuriah PBNU ini menambahkan, nilai positif yang ketiga adalah keuletan. Anak pesantren terkenal tahan banting, tahan menderita. Seandainya tiga hal positif ini merupakan bagian integral dari generasi muda bangsa ini maka kita akan mampu menghadapi krisis apapun.
Meski demikian, Machasin juga melihat sifat negatif pesantren. Menurut dia, yang paling mencolok adalah soal kebersihan yang masih sangat kurang diperhatikan. "Pengalaman saya pertama kali mondok, pernah tiga minggu nggak mandi karena nggak tega melihat air bak mandi yang berwarna hijau lumut itu," ujarnya yang lagi-lagi disambut tawa riuh hadirin.
Bagi Machasin, ketepatan waktu dan penghargaan terhadap privasi atau hak-hak pribadi juga perlu diperhatikan para santri. "Saya pernah menghadiri acara di sebuah pesantren. Saya taruh saja sandal di luar. Nah, tak lebih sepuluh menit sudah tak terdeteksi di mana itu barang," pungkasnya. (Ali Musthofa Asrori/Abdullah Alawi/NUon)
Menurut Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Prof Machasin yang positif itu diantaranya pertama, pendewasaan karakter santri yang justru didapat bukan dari pengajaran. Akan tetapi dari pengalaman yang menempanya di pesantren.
Yang kedua, lanjut Machasin, kesederhanaan. Para santri hidup secara sederhana dan secukupnya. Hal ini disebabkan ruh pesantren adalah kesederhanaan dan kebersahajaan itu.
"Kalau perlu, mencuri kayu bakar milik kiai untuk memasak kerap dilakukan santri karena bekalnya menipis. Jadi, cerita almarhum Gus Dur bersama teman-temannya saat mencuri gurame kiai itu salah satu hal yang benar-benar nyata terjadi di pesantren," ungkap Machasin yang langsung disambut tawa hadirin pada pidato pengarahan seminar "Standarisasi Kurikulum Pondok Pesantren" di hotel Lor Inn Sentul Bogor, Senin (25/8).
Rais Syuriah PBNU ini menambahkan, nilai positif yang ketiga adalah keuletan. Anak pesantren terkenal tahan banting, tahan menderita. Seandainya tiga hal positif ini merupakan bagian integral dari generasi muda bangsa ini maka kita akan mampu menghadapi krisis apapun.
Meski demikian, Machasin juga melihat sifat negatif pesantren. Menurut dia, yang paling mencolok adalah soal kebersihan yang masih sangat kurang diperhatikan. "Pengalaman saya pertama kali mondok, pernah tiga minggu nggak mandi karena nggak tega melihat air bak mandi yang berwarna hijau lumut itu," ujarnya yang lagi-lagi disambut tawa riuh hadirin.
Bagi Machasin, ketepatan waktu dan penghargaan terhadap privasi atau hak-hak pribadi juga perlu diperhatikan para santri. "Saya pernah menghadiri acara di sebuah pesantren. Saya taruh saja sandal di luar. Nah, tak lebih sepuluh menit sudah tak terdeteksi di mana itu barang," pungkasnya. (Ali Musthofa Asrori/Abdullah Alawi/NUon)
Posting Komentar